Tanah kavling- Dalam proses jual beli tanah kavling, tentu ada aturan yang harus dipahami agar tidak keliru dan terhidndar dari masalah. Karena dijual murah dan peminatnya banyak, maka penjualan kavling seringkali melanggar aturan yang telah ditetapkan di beberapa daerah. Agar tak salah langkah, berikut adalah peraturan tanah kavling berdasarkan hukum pertanahan di Indonesia.
Peraturan Jual beli tanah kavling
Peraturan jual beli tanah kavling di Indonesia diatur oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan berbagai peraturan turunannya. Berikut ini adalah beberapa peraturan yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah kavling:
1.Sertifikat Tanah
Setiap tanah yang akan dijual harus memiliki sertifikat tanah yang sah dan legal. Sertifikat tanah adalah bukti legalitas kepemilikan tanah dan harus diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanah yang tidak memiliki sertifikat tidak dapat dijual atau dibeli.
2.Surat Ukur Tanah
Surat ukur tanah adalah dokumen yang menunjukkan ukuran dan batas-batas tanah. Surat ini diterbitkan oleh BPN dan diperlukan untuk membuat sertifikat tanah. Surat ukur tanah juga digunakan untuk memastikan bahwa tanah yang akan dijual memiliki batas-batas yang jelas.
3.Izin Mendirikan Bangunan
Jika tanah yang akan dijual digunakan untuk mendirikan bangunan, maka perlu ada izin mendirikan bangunan (IMB) yang sah. IMB dikeluarkan oleh pemerintah setempat dan berfungsi untuk memastikan bahwa bangunan yang dibangun memenuhi standar keamanan dan kelayakan.
4.Surat Keterangan Tanah
Surat keterangan tanah adalah dokumen yang dikeluarkan oleh kepala desa atau lurah setempat yang menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan tidak sedang dalam sengketa. Surat ini juga menunjukkan bahwa tanah tersebut telah dikuasai secara turun-temurun oleh pemilik yang sah.
5.Pajak Properti
Pajak properti harus dibayarkan setiap tahun dan harus diurus oleh pemilik tanah. Jika ada tunggakan pajak properti, maka harus dibayarkan sebelum tanah tersebut dijual.
6.Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli adalah dokumen resmi yang dibuat antara penjual dan pembeli. Perjanjian ini mencakup semua rincian transaksi, seperti harga jual, jangka waktu pembayaran, dan hak kepemilikan. Perjanjian jual beli harus dibuat secara jelas dan mengikat agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
7.Pembayaran
Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau dengan cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika pembayaran dilakukan secara cicilan, maka perlu disepakati jangka waktu dan jumlah cicilan yang harus dibayarkan.
8.Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
Jika tanah yang akan dijual termasuk dalam kategori barang mewah, seperti tanah dengan harga di atas Rp5 miliar, maka perlu dibayarkan PPnBM. PPnBM adalah pajak yang dibayarkan oleh pembeli atas pembelian barang mewah.
Hukum jual beli tanah di Indonesia
Hukum jual beli tanah di Indonesia diatur oleh berbagai undang-undang dan peraturan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang mengatur mengenai hak atas tanah dan pemanfaatannya. UUPA memberikan beberapa hak atas tanah, antara lain hak milik, hak pakai, hak guna usaha, dan hak sewa.
3.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang mengatur tentang hak milik atas unit rumah susun.
4.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran tanah dan sertifikat hak atas tanah.
5.Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak atas Tanah yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran hak atas tanah.
Baca juga : Apa yang harus ditanyakan ketika membeli tanah kavling
link terkait:https://www.atapteduh.com/
0 komentar:
Posting Komentar